Pemuda Tolak Eksplorasi Panas Bumi di Tanjung Sakti

LAHAT, kabarretorika.com- Di tengah krisis iklim sekarang ini, dunia semakin gencar membangun pembangkit listrik yang bersumber dari energi terbarukan. Kebutuhan akan sumber energi yang berkelanjutan dan rendah emisi karbon menjadi sebuah keharusan. Dari sekian macam sumber energi, panas bumi/geothermal merupakan salah satu yang dianggap memenuhi kriteria tersebut. Indonesia termasuk dari banyak negara yang turut merayakan riuh rendah pengembangan geothermal sebagai energi terbarukan.
Akan tetapi, kita luput menyadari bahwa perjalanan mengubah geothermal menjadi listrik didapat dari proses ekstraktif yang memerlukan sumber daya yang cukup besar.
Bahkan dalam prosesnya menimbulkan banyak konflik dengan masyarakat. Cerita mengenai gempa bumi, pencemaran air tanah, gagal panen, hilangnya biodiversitas endemik, hingga kejadian tragis yang menewaskan warga setempat yang disebabkan gas beracun dari ledakan pipa, telah menyingkap sisi gelap Pembangkit Listrik Panas Bumi (PLTP).
Keberadaannya seolah sudah satu paket dengan ironi yang dimunculkan melalui cerita warga setempat dan berbagai laporan akademik.
Rekan-Rekan yang tergabung di dalam aksi ini terdiri dari Barisan Pemuda Nusantara, Kammi Lahat, IMM Pagaralam, HMI Cabang Lahat, Generasi Muda Tanjung Sakti Gematasti (Palembang, Pagaralam, Lahat) Dan masyarakat yang mendukung penolakan.
Ivan Charlie Ketua Aliansi Masyarakat Peduli Tanjung Sakti (AMALI TASTI) sekaligus sekretaris Bapera Lahat pada saat orasinya memberikan sinyal secara soft kepada pihak PT Hitay dan rekan-rekan dari aliansi yang tergabung menyatakan akan menunggu waktu kepada pihak PT Hitay untuk menyiapkan bahan kajian mengenai dampak negatif dari perbuatan PT Hitay tersebut.
“Paparan secara ilmiah dan komprehensif yang kami tunggu selama 7×24 kalau tidak terealisasikan kami akan membawa gelombang masa 10x lipat dari hari ini,” ucap Ivan.
Penolakan akan terus berkelanjutan, Ganyang PT Haitay.
M Yuheza S Formateur/Ketua Umum HMI Cabang Lahat mengatakan dari seluruh catatan potensi ini, perlu di telaah lebih dalam, seberapa jauh energi geothermal memenuhi kualifikasi energi terbarukan yang berkelanjutan dan lebih penting lagi berkeadilan.
“Dalam kajian ini kami mencoba menguak klaim-klaim ‘ramah lingkungan’ yang disandangnya. Berikut bagaimana proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) kerap mengabaikan keberadaan dan peran serta masyarakat sekitar wilayah kerja panas bumi, yang menggantungkan
hidupnya pada keberlangsungan ekosistem yang mereka jaga sebagai sumber – sumber kehidupannya, termasuk kearifan lokal yang mereka kembangkan secara
turun temurun,” terangnya.