Purnawirawan TNI Gugat Direktur Perumahan YDR Palembang Sengketa Lahan
PALEMBANG, KR- Ecep Arjaya, Purnawirawan Tentara Nasional Indonesia (TNI), resmi menggugat Sri Wahdiah, Direktur Perumahan Yasera Damai Regency (YDR) Palembang, ke Pengadilan Negeri Klas I.A Khusus Palembang, Sabtu (06/09/2023).
Dalam melakukan gugatan ini, Ecep memberikan kuasa kepada kantor advokat Suwito Winoto, S.H. & Rekan (A. Rilo Budiman, SH, Muhammad Axel F, SH, Amin Rais, SH, Penggis, SH, M.H dan Febri Prayoga, SH, M.H).
Berdasar surat kuasa khusus, keenam advokat ini kemudian bertindak untuk dan atas nama serta mewakili, Ecep Arjaya, pria kelahian Bogor, 05 Agustus 1963, yang bekerja Purnawirawan Tentara Nasional Indonesia (TNI) tinggal di Jalan Prajurit Kemas Ali RT. 26 RW. 10 No. 2738 Kelurahan II Ilir,
Kecamatan Ilir Timur II, Kota Palembang, Sumatera Selatan.
Dalam daftar surat resminya, Ecep melakukan gugatan terhadap 3 obyek, baik secara personal maupun instansi. Sebagai tergugat I, Sri Wahdiah (Direktur Perumahan Yasera Damai Regency (YDR) Palembang, tergugat II (Badan Pertanahan Nasional-BPN) Kota Palembang. Tergugat III, (Kecamatan Kalidoni), tergugat IV, (M. Mahbubin, S.Pd.I), dan tergugat IV (Yanuarius Malafu), keduanya warga Perumahan Yasera Damai Regency (YDR), Kelurahan Kalidoni, Kecamatan Kalidoni, Kota Palembang,
Suwito Winoto, SH menjelaskan, dasar-dasar pengajuan gugatan perbuatan melawan hukum (PMH) terhadap tiga tergugat ini, karena penggugat adalah pemilik sah sebidang tanah dengan luas 7.700 m2 (tujuh ribu tujuh ratus meter persegi) dengan ukuran 110 m2 X 70 m2 (seratus sepuluh meter kali tujuh puluh meter) yang terletak di kelurahan Srimulya, Kecamatan Sako, Kota Palembang, Sumatera Selatan.
“Dan wilayah ini, sekarang masuk dalam wilayah Kelurahan Kalidoni, Kecamatan Kalidoni, Kota Palembang, Sumatera Selatan,” ujar Suwito dalam surat gugatannya yang ditujukan ke Pangadilan Negeri klas.I.A Khusus, Palembang, Sabtu, 6 September 2023.
Dalam surat gugatannya dijelaskan, tanah milik Ecep (penggugat) dibeli dari Sobirin. Jual beli antara Ecep dan Sobirin ini dibuktikan dengan Surat Pengoperan Hak dan Penyerahan Hak Nomor: 023 yang diterbitkan oleh Notaris & PPAT H. Gunata Ibrahim, S.H, tanggal 08 April 2015.
Sebelum tanah itu menjadi hak Sobirin, tanah ini milik Berlian Yusuf dengan Akta Pengoperan Hak No. 500/CS/1998 berdasarkan SKHU No. AG 120/114/SM/TL 1983, tanggal 06 Februari 1983.
Batas Tanah
Menjelaskan tentang batas tanah, Suwito mengemukakan, tanah milik Ecep memiliki batas-batas tanah; pertama; sebelah utara berbatasan dengan tanah usaha Rusli Pakaya, kedua; sebelah selatan berbatasan dengan tanah usaha rakyat (Miun); ketiga; sebelah barat berbatasan dengan tanah usaha Abdul Mutolib dan keempat; sebelah timur berbatasan dengan tanah usaha Rosidah.
Sebagai salah satu upaya Ecep untuk menandai kepemilikan sebidang tanah ini, menurut Suwito, Ecep sebagai penggugat, kemudian membuat parit keliling.
“Bukan hanya itu saja, klien saya, juga membangun pembatas yang mengelilingi tanah tersebut dan selama ini klien saya juga telah melakukan perawatan tanah, seperti membersihkan dan menebas rerumputan diatas tanah miliknya tersebut,” tambah Suwito.
Namun dalam perjalanan waktu, tahun 2021, Sri Wahdiah (tergugat 1) mengaku sebagai pemilik sah atas sebidang tanah yang luasnya kurang lebih 5.675 m2 (lima ribu enam ratus tujuh puluh lima meter persegi) dari luas keseluruhan 7.700 m2 (tujuh ribu tujuh ratus meter persegi) milik Ecep (penggugat).
Lebih lanjut, Suwito menjelaskan sejak tahun 2021, Sri Wahdiah mengaku sebagai pemilik sah atas sebidang tanah yang luasnya kurang lebih 5.675 m2 (lima ribu enam ratus tujuh puluh lima meter persegi) dari luas keseluruhan 7.700 m2 (tujuh ribu tujuh ratus meter persegi) milik Ecep.
Atas dasar itu, tanpa seizin Ecep, kemudian Sri Wahdiah kemudian membangun perumahan di atas tanah tersebut. “Sampai dengan surat gugatan ini dibuat, pihak tegugat I telah mendirikan rumah sebanyak kurang lebih 21 (dua puluh satu) unit, tanpa adanya izin tertulis maupun lisan dari penggugat sebagai pemilik yang sah,” tegas Suwito.
Padahal, menurut Suwito, Ecep (penggugat) sebagai pemilik sah atas objek tanah yang menjadi sengketa ini, belum pernah sama sekali menjual tanah miliknya kepada pihak manapun, termasuk kepada Sri Wahdiah, direktur Perumahan YDR Palembang.
Menghadapi hal itu, Suwito menjelaskan, klien-nya (Ecep), sudah sering menegur kepada Sri Wahdiah dengan cara yang baik. Tujuannya, agar Sri Wahdiah tidak mendirikan bangunan diatas tanah milik Ecep. Namun faktanya, Sri Wahdiah tidak mengindahkan teguran itu.
“Selama ini penggugat telah sering kali menegur dengan cara yang baik, agar tergugat satu, tidak mendirikan bangunan diatas tanah milik penggugat. Tetapi sangat disayangkan, tergugat satu tidak pernah mengindahkan teguran penggugat dan tetap mendirikan bangunan diatas tanah milik penggugat,” tegasnya.
Penolakan Sri Wahdiah atas teguran Ecep ini, menurut Suwito, karena Sri Wahdiah sudah memiliki sertifikat nomor 6731 yang dikeluarkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Palembang. “Karena, sertifikat itu dikeluarkan BPN Palembang, maka otomatis dalam kasus, BPN jadi sebagai tergugat dua,” tegas Suwito.
*Sertifikat Tidak Benar*
Namun setelah ditelusuri, Suwito menegaskan, sertipikat Nomor: 6731 yang dikeluarkan BPN Kota Palembang, tidak benar. Sebab tata letak objek tanah tersebut berada di Kelurahan Sungai Sei Selincah. Sementara tanah milik Ecep (penggugat) yang dikuasai Sri Wahdiah (tergugat 1) berada di Kelurahan Kalidoni.
“Oleh sebab itu, kami mendesak kepada BPN Kota Palembang, bahwa penerbitan sertipikat dengan Nomor: 6731 tersebut harus batal demi hukum,” tegas Ketua DPD Federasi Advokat Republik Indonesia (FERARI) Sumsel, Kamis, 6 September 2023.
Berdasar pada fakta hukum ini, Suwito mengatakan, pembangunan perumahan serta penjualan perumahan tersebut kepada pihak lain merupakan PMH (Onrechmatigedaad) sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1367 KUHPerdata.
“Sehingga dalam hal ini, tergugat satu harus bertanggung jawab penuh dengan segala akibat hukum yang terjadi serta harus mengembalikan tanah tersebut dalam keadaan semula kepada Ecep sebagai penggugat,” tegas Suwito.
Melihat sikap demikian, Ecep kemudian mendatangi lokasi. Tujuannya, agar Sri Wahdiah (tergugat I) untuk segera mengosongkan dan menyerahkan tanah itu kepada Ecep.
Tetapi, pihak Sri Wahdiah selalu melakukan perlawanan. Bahkan mengusir Ecep dari lokasi tanah yang menjadi obyek sengketa ini. “Dari penjelasan Ecep ini, sangat jelas, apa yang dilakukan tergugat satu adalah Perbuatan Melawan Hukum (PMH/Onrechmatigedaad),” tegas Suwito.
Sampai surat gugatan ini dibuat, Sri Wahdiah (tergugat 1) tidak merespon atas persoalan ini. Oleh sebab itu, Suwito menyayangkan atas sikap Sri Wahdiah terhadap kasus ini. Suwito menilai, tergugat 1, tidak memiliki itikad baik terhadap sengketa lahan ini.
“Sampai dengan surat gugatan ini dibuat, tergugat 1 sama sekali tidak mempunyai itikad baik kepada Penggugat untuk menyerahkan secara sukarela, agar sebidang tanah dengan luas kurang lebih 5.675 m2 (lima ribu enam ratus tujuh puluh lima meter persegi) dari luas keseluruhan 7.700 m2 (tujuh ribu tujuh ratus meter persegi) kepada Penggugat sebagai pemilik yang sah,” tambahnya.
*Perbuatan Melawan Hukum*
Atas dasar itu, dalam surat gugatannya, Suwito dan tim menegaskan, penguasaan fisik terhadap tanah dengan luas kurang lebih 5.675 m2 (lima ribu enam ratus tujuh puluh lima meter persegi) dari luas keseluruhan 7.700 m2 (tujuh ribu tujuh ratus meter persegi) milik penggugat, sudah jelas PMH (Onrechmatigedaad).
Bicara tentang efek terhadap kasus ini, Suwito menjelaskan, akibat PMH (Onrechmatigedaad) yang dilakukan para tergugat, mengakibatkan Ecep (penggugat) menderita kerugian materil maupun Immateril dengan total kerugian sebesar Rp. 7.675.000.000,- (Tujuh miliar enam ratus tujuh puluh lima juta rupiah).
Rincian kerugian itu, pertama; kerugian materil yang diderita Ecep sebidang tanah yang luasnya 5.675 m2 (lima ribu enam ratus tujuh puluh lima meter persegi) seharga Rp.5.675.000.000,- (lima miliar enam ratus tujuh puluh lima juta rupiah) berdasarkan harga per meter sebesar Rp. 1.000.000.,- (satu juta rupiah);
Kedua; kerugian immateril yang diderita Ecep, hilangnya harkat martabat serta harga diri Ecep yang merupakan pensiunan TNI dengan pangkat terakhir Letnan Kolonel (Letkol). Dan akibat permasalah ini, menyebabkan Ecep mengalami tekanan psikis sehingga merasa tidak tenang serta tidak bisa menikmati tanah miliknya. “Maka dari itu, kita kalkulasikan kerugian immateril penggugat ini sebesar dua miliar rupiah,” tegas Suwito.
Gugatan yang diajukan ini menurut Suwito, dengan bukti-bukti otentik dan sah, sehingga Suwito dan tim-nya meminta PN Palembang, agar semua berkas dan keterangan ini, dapat diterima sebagai alat bukti yang sah.
“Oleh sebab itu, hakim perdata berwenang menyatakan sertifkat dimaksud, tidak mempunyai kekuatan hukum, dengan dasar tidak mempunyai alas hak yang sah.” Sesuai dengan SEMA Nomor 10 Tahun 2020,” tambahnya.
Agar gugatan ini tidak sia-sia (illusior), menurut Suwirto dan tim-nya mohon dan meminta kepada majelis hakim, agar yang memeriksa perkara ini, dapat meletakan Sita Jaminan (Conservatoir Beslag) atas sebidang tanah yang luasnya kurang lebih 5.675 m2 (lima ribu enam ratus tujuh puluh lima meter persegi) dari luas keseluruhan 7.700 m2 (tujuh ribu tujuh ratus meter persegi) milik penggugat yang terletak di Kelurahan Srimulya, Kecamatan Sako, Kota Palembang, Sumatera selatan yang pada saat ini masuk dalam wilayah Kelurahan Kalidoni, Kecamatan Kalidoni, Kota Palembang, Sumatera Selatan.
Namun demikian, Suwito dan tim meminta kepada mejelis hakim agar lebih dulu melakukan eksekusi sita jaminan (Conservatoir Beslag) terhadap sebidang tanah yang menjadi objek sengketa. Sebab sebagaimana dimaksud diatas, dapat dilaksanakan terlebih dahulu walaupun ada upaya hukum lainnya.
Selain itu, Suwito dan tim-nya menyampaikan permohonan, agar Sri Wahdiah (tergugat I) untuk membayar uang paksa (dwangsom) sebesar Rp.1.000.000,- (satu juta rupiah) setiap harinya atas keterlambatan, kelalaian, menyerahkan, mengosongkan lahan tersebut terhitung sejak putusan ini mempunyai kekuatan hukum tetap.
Berdasarkan dengan hal diatas, Suwito dan tim-nya mengajukan permohonan ke Ketua PN Klas I A Khusus Palembang melalui majelis hakim di PN Palembang agar segera memeriksa dan mengadili perkara ini, sekaligus berkenan untuk menjatuhkan putusan dengan amar; pertama; menyatakan menerima dan mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya; kedua; menyatakan, para tergugat secara sah telah melakukan perbuatan melawan hukum (Onrechtmatiegedaad) karena menguasai dan memperjualbelikan lahan/tanah milik Penggugat tanpa hak.
Ketiga; menyatakan Penggugat adalah pemilik sah atas sebidang tanah dengan luas 5.675 m2 (lima ribu enam ratus tujuh puluh lima meter persegi) dari luas keseluruhan 7.700 m2 (tujuh ribu tujuh ratus meter persegi) terletak di Kelurahan Srimulya, Kecamatan Sako, Kota Palembang, Sumatera selatan yang pada saat ini masuk dalam wilayah Kelurahan Kalidoni, Kecamatan Kalidoni, Kota Palembang, Sumatera Selatan, sesuai dengan Surat Pengoperan Hak dan Penyerahan Hak Nomor: 023 yang sebelumnya milik Berlian Yusuf dengan Akta Pengoperan Hak No. 500/CS/1998 berdasarkan SKHU No. AG 120/114/SM/TL 1983, tanggal 06 Februari 1983, dengan batas-batas tanah yang sudah dissebut diatas.
Suwito dan tim-nya memerintahkan dan menghukum Sri Wahdiah (Tergugat I) atau siapa pun yang mendapat hak dari padanya untuk mengosongkan dan menyerahkan sebidang tanah (kapling) dengan luas 5.675 m2 (lima ribu enam ratus tujuh puluh lima meter persegi) dari luas keseluruhan 7.700 m2 (tujuh ribu tujuh ratus meter persegi) yang terletak di Kelurahan Srimulya, Kecamatan Sako, Kota Palembang, Sumatera selatan yang pada saat ini masuk dalam wilayah Kelurahan Kalidoni, Kecamatan Kalidoni, Kota Palembang, Sumatera Selatan.
Fakta diatas sesuai dengan Surat Pengoperan Hak dan Penyerahan Hak Nomor: 023 yang sebelumnya adalah milik Sdr. Berlian Yusuf dengan Akta Pengoperan Hak No. 500/CS/1998 berdasarkan SKHU No. AG 120/114/SM/TL 1983, tanggal 06 Februari 1983, dengan batas-batas yang sudah disebut diatas sebelumnya.
Berdasar hal itu, Suwito dan tim-nya menyatakan, sertipikat nomor: 6731 yang diterbitkan BPN Palembang (Tergugat II) adalah cacat hukum sehingga batal demi hukum.
Hal lain yang juga menjadi tuntuan, Suwito dan tim-nya menyatakan, sah dan berharga Sita Jaminan (Conservatoir Beslag) atas sebidang tanah yang menjadi objek sengketa. “Namun putusan perkara ini dapat dilaksanakan terlebih dahulu (Uitvoerbaar Bij Voorraad) meskipun ada Perlawanan, Banding, Kasasi, ataupun upaya hukum lainnya” tegasnya.
Ecep melalui Suwito dan tim-nya memerintahkan dan menghukum Sri Wahdiah (Tergugat I) untuk membayar ganti kerugian materil dan immateriil sebesar Rp.7.675.000.000,- (tujuh milyar enam ratus tujuh puluh lima juta rupiah) kepada penggugat.
Selain itu, merintahkan dan menghukum Sri Wahdiah (tergugat I) untuk membayar uang paksa (dwangsom) sebesar Rp,- 1.000.000,- (satu juta rupiah) untuk setiap harinya atas keterlambatan/kelalaian/meyerahkan/mengosongkan lahan/ tanah tersebut terhitung sejak putusan ini mempunyai kekuatan hukum tetap, seklaigus membebankan biaya perkara menurut hukum.
Suwito menegaskan, bila dikemdian hari, apabila majelis hakim PN Klas 1A khusus Palembang yang memeriksa dan mengadili perkara ini berpendapat lain, penggugat memohon putusan yang seadil-adilnya menurut hukum (Ex Aqua Et Bono).