Nazwar : “Spiritual Untuk Pribumi”

JOGJA, kabarretorika.com– Oleh: Nazwar, S. Fil. I., M. Phil. (Penulis Lepas Lintas Jogja Sumatera). (17/01/2025).

“Di sisi lain, religiusitas dan spiritualitas yang terdapat masing-masing agama, termasuk nuansa perbedaan para petingginya seperti Ulama atau para pendeta dan rahib-rahib juga rasa kebersamaan dan kesolidan dalam etnitasitas termasuk juga eksistensi etnis lain namun berkarakter berbeda meski beragama sama menjadi faktor yang diproyeksikan penulis pada kesempatan lainnya inshaa Allah.” Penggalan analisa kritis penulis dalam artikel berjudul “Politik, Kristenisasi yang Jarang Disadari” yang dimuat oleh Bongkar Post.
Secara singkat, artikel yang penulis susun sendiri tersebut bermaksud menggugah fenomena keragaman agama khususnya Islam dan Kristen serta konversi antar keduanya yang banyak terjadi dewasa ini dalam hubungan keseluhurannya dengan politik. Selain itu, rasa kebersamaan atas nama etnis yang merupakan poin positif untuk ditingkatkan, namun luntur pada ranah paling fundamental manusia berupa keyakinan.
Sebagaimana tercantum pada kutipan di atas, fenomena perbedaan karakter suatu bangsa atau etnis meski memiliki agama yang sama menunjukkan semangat untuk suatu tujuan (hidup) positif sekaligus berikutnya menjadi kekayaan tersendiri. Tujuan positif menjadi kekuatan tersendiri dalam menghidupkan.
Poin ini menunjukkan dua hal yang saling berkaitan atau sebagai satu-kesatuan. Etnisitas dan agama yang saling melengkapi agar dapat dipelihara. Etnisitas yang terdapat di dalamnya hak berikut kewajiban begitu juga pada agama yang terdiri sisi ritual, spiritual dan hukum-hukum (“huduud”) yang perlu dijaga.
Memberi kesempatan aktualisasi secara jomplang atau lembut terhadap golongan tertentu saja dikatakan fenomena, berseberangan dengan kebenaran namun menjadi kenyataan yang musti diakui. Terdapat sikap diam dan pembiaran terhadap hal tersebut dan justru menerimanya sebagai kebenaran. Menjadi berseberangan tatkala terdapat usaha menghalang-halangi dengan berbagai cara. Target profesionalitas dan etos kerja sebagai semata alasan bukanlah visi ideal. Meski dibutuhkan kemampuan dan kapabilitas, namun sisi idealitas tidak untuk diabaikan begitu saja.
Maka penting “Tabayyun” dalam rangka menjaga kesatuan secara sungguh dan sebagai langkah memelihara kebersamaan. Komitmen bersama serta kesungguhan dan agar dapat dimanfaatkan untuk realisasi visi sosok pemimpin yang ideal.